Search This Blog


widgeo.net

Follow My News - aws12000

FileHippo.com update

Google.com

KISAH PENJUAL DAN PEMBELI TELUR

Seorang wanita hendak membeli telur, ia kemudian bertanya: "Berapa harga telur ini?"
"Harganya Rp. 3000 perbutir, Bu" kata bapak tua penjual telur.

"Saya mau beli 10 butir tapi perbutirnya Rp 2.000, kalo ngga...saya gak jadi beli"

"Ibu boleh beli dengan harga yang ibu mau, mungkin ini awal yang sangat baik karena saya belum berhasil menjual 1 butir telur pun hari ini"

Lalu wanita itu membeli telurnya dan masuk ke mobil mewahnya dengan rasa "menang" karena berhasil menawar dan membeli telur dengan harga yang dia mau.

Kemudian dia pergi ke restaurant mewah untuk bertemu temannya. Di sana mereka memesan apapun yang mereka suka. Mereka hanya makan sedikit dan menyisakan banyak dari apa yang mereka pesan. Dia menghabiskan Rp 900.000 untuk makan siang berdua dengan temannya itu, lalu dia membayar dengan uang cash Rp 1.000.000 dan dengan bangga berkata "Ambil saja kembaliannya"

******

Hal ini mungkin tampak normal bagi wanita tersebut tapi sangat menyakitkan bagi penjual telur yang malang itu.

Intinya adalah mengapa kita selalu menunjukkan bahwa kita memiliki kekuatan saat kita membeli dari orang-orang kecil yang membutuhkan bantuan? Dan mengapa kita menjadi dermawan bagi mereka yang bahkan tidak begitu membutuhkan kemurahan hati kita?

Saya pernah membaca kisah seorang ayah yang biasa membeli barang sederhana dari orang miskin dengan harga tinggi, meski dia tidak begitu membutuhkan barang tersebut. Dia bahkan selalu membayar lebih jika para penjualnya orang miskin. Melihat perilaku aneh ayahnya si anak penasaran dan kemudian bertanya, "Mengapa ayah melakukan hal itu?" Lalu ayahnya menjawab, "Ini adalah amal yang dibungkus dengan Harga Diri, Nak".

COMPETITION vs COOPERATION

*CERITA SEORANG SAHABAT DIASPORA DI AMERIKA YG BEKERJA DI CHEVRON, CALIFORNIA*
(sebuah catatan, yg mungkin bagus utk anak-anak Indonesia dan kita sendiri di lingkungan pekerjaan kita).

*COMPETITION* vs *_COOPERATION_*
     Jumat lalu, kedua anak saya menerima *Report Card* dari sekolahnya Ronald Reagan Elementary School (rapor kalau di Indonesia).
     Melihat keduanya mendapat nilai-nilai yang sangat bagus. Anehnya kok tidak tercantum *info tentang rangking?*,
    Saya tergoda bertanya ke salah satu gurunya...
     *“Anak saya ranking berapa, Ms. Batey?”*
     Dia balik bertanya, *“Kenapa Anda orang Asia selalu nanya seperti itu?”*
     "Wah, salah apa saya ini....?" kata saya dalam hati.
      Dia melanjutkan bicara,  *“Anda kok sangat suka sekali berkompetisi?"* katanya.
     "Di level anak Anda, tidak ada rangking2an...!"
     "Tidak ada kompetisi!" tambahnya.
     *"Kami mengajari mereka tentang 'cooperation' alias kerjasama....!"*
     "Mereka harus bisa bekerja dalam *'team work'"*
       *"Dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi."*
      *"Mereka harus punya banyak teman!"*
      *"Lebih penting bagi kami untuk mengajari mereka story telling dan bagaimana mengungkapkan isi pikiran dalam bahasa yang terstruktur dan sistematis!"*
     *"Kami mengajari mereka "logika" dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan!"*
     Dari sini, rupanya kenapa teman2 saya di kantor mentalnya slalu *"How can I help you?* Hampir tidak pernah saya lihat mereka *jegal-jegalan.*
    Dan, di Amrik hampir semua profesi mendapat penghasilan/penghargaan yang layak. *Tidak harus semua jadi dokter, insinyur atau profesi lain yang terlihat "terhormat" seperti di Indonesia...*
     Semua orang boleh mencari penghidupan sesuai *passionnya,* sehingga semua bidang kehidupan berkembang maju, *karena diisi orang2 yang bekerja dengan penuh gairah.*
     Wah…saya jadi ingat, memang pendidikan di negeri saya sangat kompetitif.
     Banyak orangtua yang narsis kemudian memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. *Wow!*
     *Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh menjadi orang-orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerjasama.*
      Kiri-kanannya dianggap *saingan* bahkan sangat mungkin sebagai *musuhnya?*
      *Dirinya harus menjadi yang terbaik!*
     Mending kalau si anak bisa mengembangkan dirinya supaya menang persaingan. Yang ada, kadang mereka justru menunjukkan kebaikan dirinya dengan *cara menungkapkan kejelekan2 temannya ataupun orang lain...*
     *"Kalo bukan kita siapa lagi?"* begitu jargonnya…
     Wuih..., betapa arogannya, seakan-akan fihak lain tidak ada yg bisa! *Hanya dia sendiri yang mampu!*
     *Kemudian yg ada adalah menjadi sakit mentalnya….*
     *"Aku menang.....aku menang....!"* begitu suara anak-anak dari sebuah gang di ibukota...
     Entah permainan apa yang mereka menangkan?
     *Entah kapan dia sadar, bahwa hidup bukan melulu soal menang atau kalah!*
     The magic words is *"How can I help you...”*

Tuhan tidak akan menilai Apa dan Siapa kita tetapi apa yang Kita lakukan"

Inspirasi Kehidupan,,,,

🙏🙏🙏🙏🙏🙏

Hari  ini, Prof Dr Ravik Karsidi, Rektor UNS, melakukan perjalanan dari Jogya ke Jakarta naik pesawat.*

Karena keberangkatan  pesawat ditunda 1 jam beliau menunggu di salah satu lounge bandara Adisucipto dgn sekedar minum kopi.

Di depannya duduk seorang ibu sudah agak tua, memakai pakaian Jawa tradisional kain batik dan kebaya, wajahnya tampak tenang dan keibuan.

Sekedar mengisi waktu, diajaknya ibu itu bercakap.

"mau pergi ke Jkt, bu ?"

"Iya nak, hanya transit di cengkareng terus ke Singapura."

"Kalau boleh bertanya, ada keperluan apa ibu pergi ke Singapura ?"

"Menengok anak saya yang nomor dua nak, istrinya melahirkan di sana terus saya diberi tiket dan diuruskan paspor melalui biro perjalanan. Jadi saya tinggal berangkat tanpa susah mengurus apa2."

"Puteranya kerja di mana, bu ?"

"Anak saya ini insinyur perminyakan, kerja di perusahaan minyak asing, sekarang jadi kepala kantor cabang Singapura."

"Berapa anak ibu semuanya?"

"Anak saya ada 4 nak, 3 laki, 1 perempuan. Yang ini tadi anak nomer 2. Yang nomer 3 juga laki, dosen fakultas ekonomi UGM, sekarang lagi ambil program doktor di  Amerika. Yang bungsu perempuan jadi dokter spesialis anak. Suaminya juga dokter, ahli bedah dan dosen di universitas Airlangga Surabaya."

"Kalau anak sulung ?"

"Dia petani, Nak, Tinggal di Godean, menggarap sawah warisan almarhum bapaknya."

Sang Profesor tertegun sejenak lalu dengan hati2 bertanya:

_"Tentunya ibu kecewa kepada anak sulung ya bu, Kok tidak sarjana spt adik2nya."_

*"Sama sekali tidak, nak. Malahan kami sekeluarga semuanya hormat kepada dia, karena dari hasil sawahnya dia membiayai hidup kami dan menyekolahkan semua adik2nya sampai selesai jadi sarjana."*

Kembali sang Profesor merenung :

"Ternyata yang penting bukan Apa atau Siapa kita, tetapi apa yang telah kita perbuat.
Tuhan tidak akan menilai Apa dan Siapa kita tetapi apa *yg  Kita  lakukan"*

Sebuah pelajaran hidup yg mengajarkan, agar kita melakukan yg terbaik tanpa berharap pujian......
Tanpa terasa air mata profesor mengalir di pipinya...

*LAKUKAN YANG TERBAIK YANG BISA KITA LAKUKAN KARENA MANUSIA YANG MULIA BUKAN TERLETAK PADA KEDUDUKAN ATAU JABATANNYA TETAPI TERLETAK PADA SEBERAPA BESAR DIA BISA BERBUAT YANG TERBAIK BAGI KELUARGANYA*
[Yosua 24:15),,,,,,,,,, Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!"

[TB-LAI]
Biarlah inspirasi ini bermanfaat buat kita..

GBU 🙏😇

MENAWAR dengan SADIS

REFLEKSI KEHIDUPAN "MENAWAR dengan SADIS"
🌱🌹🌱🌹🌱🌹🌱

🌹Beginilah Ceritanya :
Di Batu Malang  setelah lelah keliling Pasar, diperjalanan menuju Parkiran Mobil seorang Pedagang tanaman bunga yang berusia sepuh menawarkan dagangannya.

*Pedagang :*
“Neng, beli Neng dagangan Bapak, bibit bunga mawar 5 pot cuma Rp. 25.000 per pot”

Tadinya Saya cuek, tapi tiba-tiba teringat Pekarangan mungil dirumah yang kosong, wah murah nih pikir Saya, cuma 25.000/pot, tapi ah pasti bisa ditawar.

*Saya :*
“Ah mahal banget Pak Rp. 25.000, udah Rp.10.000/pot,”
dengan gaya cuek Saya menawar sadis.

*Pedagang :*
“Jangan Neng, ini bibit bagus. Bapak jual udah murah, Rp.15.000 aja gimana Neng Bapak udah sore mau pulang.”

Saya ragu sejenak, memang murah sih. Ditoko, bibit Bunga Wawar paling tidak Rp. 45.000 harga 1 potnya. Tapi bukan Saya dong kalau tidak berjuang.

*Saya :*
“Halah udah Pak, Rp.10.000 aja 1 Pot, kalau gak dikasih ya gak apa-apa,”
Saya berlagak hendak pergi.

*Pedagang :*
“Eh Neng…,” dia ragu sejenak dan menghela nafas.
“Ya sudah Neng gak apa-apa 10.000, tapi Neng ambil semuanya ya, Bapak mau pulang udah sore.”

*Saya :* (Saya bersorak dalam hati. Yeee…menang)
“Oke Pak, jadi Rp.50.000 ya untuk 5 pot. Bawain sekalian ya Pak ke Mobil saya, tuh yang diujung Parkiran.”

Saya pun melenggang pergi menyusul Suami yang sudah duluan. Si Bapak Pedagang mengikuti dibelakang. Sesampainya diparkiran, si Bapak membantu menaruh pot-pot tadi kedalam Mobil, Saya membayar Rp. 50.000 lalu si Bapak tadi segera pergi. Lalu terjadilah percakapan berikut dengan Suami,

*Saya :*
“Baguskan Yang, aku dapet 5 pot bibit Bunga Mawar harga murah.”

*Suami :*
“Oohh. . berapa kamu bayar ?”

*Saya :*
“Rp. 50.000.”

*Suami :*
“Hah…!!! Itu semua 5 pot ?” dia kaget.

*Saya :*
“Iya dong… hebatkan aku nawarnya? Tadi Dia nawarinnya Rp. 25.000, 1 pot.”
Saya tersenyum lebar dan bangga.

*Suami :*
“Gila kamu, sadis amat. Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu susul itu si Bapak sekarang, kamu bayar dia Rp.125.000 tambah upah bawain ke mobil 25.000 lagi. Nih, kamu kejar kamu kasi dia Rp.150.000.!”

Suami membentak keras dan marah, Saya kaget dan bingung.

*Saya :*
“Tapi… kenapa..?”

*Suami :*
Makin kencang ngomongnya, “Cepetan susul sana, tunggu apa lagi.”

Tidak ingin dibentak lagi, saya langsung turun dari mobil dan berlari mengejar si Bapak tua. Saya lihat dia hendak naik Angkot dipinggir jalan.

*Saya :*
“Pak. . . tunggu Pak”

*Pedagang :*
“Eh, Neng kenapa ?”

*Saya :*
“Pak, ini uang Rp.150.000 Pak dari Suami saya katanya buat Bapak, Bapak terima ya, Saya gak mau dibentak Suami, Saya takut.”

*Pedagang :*
“Lho, Neng kan tadi udah bayar Rp.50.000, bener kok uangnya."
si Bapak keheranan.

*Saya :*
“Udah Bapak terima aja. Ini dari Suami saya. Katanya harga bunga Bapak pantesnya dihargain segini,” sambil saya serahkan uang Rp.150.000 ketangannya.

*Pedagang :* Tiba-tiba menangis dan berkata :
“Ya Gusti Pangeran  . . . makasih banyak Neng… ini jawaban do'a Bapak sedari pagi, seharian dagangan Bapak gak ada yang beli, yang nolehpun gak ada. Anak Istri Bapak lagi sakit dirumah gak ada uang buat berobat.

Pas Neng nawar Bapak pikir gak apa-apa harga segitu asal ada uang buat beli beras aja buat makan. Ini Bapak mau buru-buru pulang kasian mereka nunggu. Makasih ya Neng. . . Suami Neng orang baik. Neng juga baik jadi Istri nurut sama Suami, syukur  ya Gusti. Bapak pamit Neng mau pulang…,”
dan si Bapakpun berlalu.

*Saya :* (speechless dan kembali ke Mobil).

Sepanjang perjalanan Saya diam dan menangis, benar kata Suami, tidak pantas menghargai jerih payah orang dengan harga semurah mungkin hanya karena kita Pelit. Berapa banyak usaha si Bapak sampai bibit itu siap dijual, tidak terpikirkan oleh Saya.

Sejak itu, saya berubah dan tak pernah lagi menawar sadis kepada pedagang kecil manapun. Percaya saja bahwa rejeki sudah diatur oleh Tuhan.
Tunjukkan Imanmu dalam Perkataan dan aku akan tunjukkan imanku dalam Perbuatan.

🙋🏽Selamat sore sahabatku
🌹Kasihilah sesamamu manusia
😇Tuhan Yesus memberkati🙏🏻

Daily - Gold Price


gold price charts provided by goldprice.org