Renungan pagi:
*FORGIVE YOUR IMPERFECT PARENTS*
By Galatia Chandra
Maru dan Masu adalah sepasang kembar identik yang lahir dari sebuah keluarga yang sangat kacau.
Ayahnya adalah seorang pemabuk dan sangat suka berjudi.
Sementara ibunya adalah pekerja keras yang mencari nafkah untuk keluarga mereka.
Saat ibunya tidak berada di rumah. Kesalahan yang kecil saja, maka si kembar akan menjadi bulan-bulanan penyiksaan sang ayah yang brutal. Mereka tumbuh dengan rasa benci pada sang ayah.
Lalu bagaimana dengan ibunya?
Setiap kali mereka melaporkan kejadian dimana mereka diperlakukan tidak adil oleh papanya. Ibunya cenderung mengatakan, “sudahlah… Jangan cari masalah dan keributan. Kamu mau ibu tambah menderita lagi?”.
Sikembar tumbuh dengan perlakuan tidak adil dari ayahnya dan tidak pernah dibela sekalipun oleh ibunya. Mereka pun tumbuh dengan kebencian di dada mereka.
Singkat cerita, waktu pun berlalu. Mereka pun beranjak dewasa, kedua orang tua mereka pun sudah meninggal. Maru bertumbuh mejadi pemuda yang sukses, hidup bahagia bersama isteri dan keempat orang anaknya, sedangkan Masu menjadi seorang kriminal dan akhirnya tertangkap serta masuk penjara.
Seorang wartawan berusaha mewawancarai si kembar ini di tempat yang terpisah.
Masu mengatakan: Apa yang kamu harapkan dari orang yang hidup di keluarga yang hancur. Buat saya papa saya itu adalah monster dan karena ia sudah tidak ada, saya tidak bisa membalas perbuatannya. Sehingga saya jika melihat orang seperti dia, Saya ingin melampiaskan rasa benci saya itu dan membuat agar orang itu menderita. Saya juga ingin menunjukkan pada semua orang bahwa di dunia itu tidak ada yang adil. Mereka harus mengalami penderitaan yang lebih berat dari saya.
Dengan berapi-api dan emosi yang menyala-nyala Masu mengatakan hal tersebut.
Maru mempunyai cerita yang berbeda. “Pada awalnya saya mempunyai masalah yang sama dengan Masu. Saya membenci ayah saya. The most!!! Bahkan ketika ia sudah meninggalpun saya sangat membencinya…
Lalu suatu hari isteri saya bertanya pada saya. Apakah saya membenci dirinya serta anak-anak kita? Saya jelas menjawab bahwa saya mencintai mereka.”
“Isteri saya menyadarkan saya bahwa jika saya membenci ayah saya, sesungguhnya saya hanya menyiksa diri saya sendiri. Dengan memendam kemarahan saya pada ayah saya maka emosi saya menjadi semakin tinggi dan secara tidak sadar emosi itu sering terletup keluar dan ujung-ujungnya adalah saya melukai banyak orang-orang yang saya kasihi.
Dan ketika kejadiannya seperti itu, maka saya akhirnya menyalahkan diri saya. Dan membuat hidup saya sangat menderita.
Akhirnya saya putuskan untuk memaafkan Ayah saya dan saya maafkan Ibu saya.
Ketika saya berdamai dengan perasaan saya, maka seketika itu juga damai menyelimuti diri saya. Saya pun akhirnya memutuskan untuk hidup dalam Kasih dan Cinta.
Isteri saya membantu sekali dalam rekonstruksi kebencian yang selama ini tertanam di hati saya. Kini saya orang yang bebas dari belenggu kebencian dan saya hidup lebih bahagia, tanpa beban yang selama ini terus saya pikul ke mana-mana.
Ya ketika kita membenci seseorang, maka orang yang menderita itu bukanlah orang yang dibenci melainkan dirinya sendiri.
Kita tidak perlu menyalahkan siapa pun di dalam hidup kita,Kita harus sadari bahwa tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini. Oleh karena itu, bila kita ada perasaan kesal, benci terhadap salah satu atau kedua orang tua kita. Ampunilah mereka. Maafkanlah mereka. Itu sangat penting. Bukan untuk diri mereka. Melainkan untuk diri Anda sendiri.
_“The only time you truly become an adult is when you finally forgive your parents for being just as flawed as everyone else.”_
( Douglas Kennedy.)
Salam damai sejahtera
GBU